Kulineran Malang Rasa Nostalgia: Tempat Makan yang Bikin Kangen Rumah

Jajananmalang.com - Kota Malang bukan hanya soal udara sejuk dan pemandangan indah, tapi juga tentang rasa yang menggugah kenangan. Kulineran di Malang itu seperti menjelajahi sejarah lewat lidah. Bukan sekadar makan, tapi pulang ke cita rasa yang pernah kita kenal sejak kecil. Dalam artikel ini, saya akan berbagi pengalaman pribadi menjelajahi kuliner Malang dari sudut-sudut yang mungkin belum sempat kamu coba. Beberapa di antaranya bahkan bikin saya terdiam sejenak—karena rasanya seperti dimasakkan oleh ibu di rumah.

Kulineran


Bakso Malang: Lebih dari Sekadar Bakso

Awalnya saya pikir Bakso Malang hanya soal kuah gurih dan pentol kenyal. Tapi semuanya berubah saat saya mengunjungi Bakso Arema di kawasan Dinoyo. Tempatnya sederhana, tapi antreannya bisa panjang banget. Yang membedakan? Kerupuk pangsit-nya disajikan renyah banget, dan ada bakso goreng isi tetelan yang pecah rasa di mulut.

Saya sempat ngobrol dengan Bapak Slamet, pemilik warung. Katanya, resep ini warisan dari almarhum ayahnya sejak 1980-an. “Kami nggak pernah pakai penyedap buatan,” katanya. "Semua kaldu murni rebusan tulang sapi.” Rasa ini memang nggak bisa dibohongi. Rasanya familiar, seperti bakso yang dulu saya makan sepulang sekolah di kampung halaman.

Kulineran

Rawon Nguling: Kenangan Lewat Kuah Hitam

Rawon di Malang ada banyak versinya, tapi Rawon Nguling masih jadi andalan saya. Lokasinya dekat Stasiun Kota Baru. Saat suapan pertama, saya langsung teringat momen lebaran di rumah nenek. Kuahnya pekat, beraroma kluwek, dan daging sapinya empuk banget.

Pengalaman saya ke sana bareng teman dari Jakarta cukup lucu. Awalnya dia ragu karena warna kuahnya yang “gelap pekat”. Tapi setelah mencicipi, dia langsung menghabiskan satu porsi sendiri—plus tambah nasi.

Jangan lupa, tambahkan tauge dan sambal untuk rasa yang lebih kompleks. Pelayan di sana bahkan menyarankan campur sedikit kerupuk udang ke dalam kuah. Aneh? Mungkin. Tapi percaya deh, itu sensasi yang tidak akan kamu temui di restoran modern.


Sate Gebug: Pedas, Gurih, dan Juara

Jika kamu suka daging sapi dan rasa yang smoky, Sate Gebug di Jalan Jenderal Basuki Rahmat wajib masuk daftar kulineranmu. Warungnya jadul, masih dengan kursi kayu dan meja besi tua. Tapi jangan salah, rasa dagingnya bisa bikin kamu lupa diet.

Saya datang ke sana di malam hari, gerimis tipis turun, dan aroma bakaran sate langsung menyambut dari kejauhan. Tekstur satenya lembut, seperti daging yang dipukul sampai empuk (makanya disebut "gebug"). Sambalnya dominan rasa bawang dan rawit merah. Saya sempat kaget karena kepedesan, tapi tetap nambah lima tusuk lagi.

Kulineran

Pos Ketan Legenda: Nostalgia Tengah Malam

Kalau kamu pengin kulineran malam, cobalah ke Pos Ketan Legenda 1967 di Alun-Alun Batu. Saya pertama kali ke sini waktu kuliah, dan hingga sekarang, rasanya tidak berubah. Paduan ketan hangat dengan topping susu kental manis, keju parut, dan meses itu sangat sederhana, tapi menyentuh titik nostalgia.

Saya suka versi ketan durennya—manis, creamy, dan sedikit pahit khas durian. Setiap kali makan di sini, saya merasa seperti balik ke masa muda: nongkrong bareng teman, ngobrol ngalor-ngidul, dan menikmati udara dingin Batu yang bikin jaket tak pernah cukup hangat.


Pecel Kawi: Sarapan Gaya Orang Malang

Setiap kota punya sarapan khas. Di Malang, pecel Kawi adalah jawabannya. Tempat ini ramai sejak pagi, dan aroma kacangnya menggoda sejak langkah pertama masuk. Yang unik, selain sayuran segar dan sambal kacang yang halus, mereka juga menyajikan rempeyek besar dan tempe mendol sebagai pelengkap.

Saya sering ke sini bersama keluarga saat akhir pekan. Suasana di warungnya nyaman, dan pelayanan cepat. Kadang saya tambah lauk telur asin atau sate telur puyuh. Kalau kamu suka kombinasi manis dan pedas, minta sambal agak banyak dan tambahkan kerupuk gendar.


Rujak Cingur dan Kuliner Khas Blitar Lainnya

Meski saya besar di Malang, saya tidak bisa memungkiri pengaruh cita rasa dari kota tetangga, seperti Blitar. Beberapa kali saya sengaja mampir ke tempat-tempat yang menyajikan kuliner khas Blitar, seperti rujak cingur dengan bumbu petis kental yang pekat banget.

Di Malang sendiri, ada satu warung yang sering disebut “Rujak Blitaran” di Jalan Galunggung. Rasanya mantap, bumbu petisnya kuat dan medok, berbeda dari rujak Malangan biasa. Penjualnya bahkan bilang kalau dia asli Blitar dan bumbunya dibawa langsung dari rumah. Saya jadi tertarik mencari tahu lebih banyak soal kuliner dari daerah itu—karena rasanya memang khas dan membekas.


Kulineran Bukan Sekadar Kenyang

Kalau ada satu hal yang saya pelajari dari kulineran di Malang, itu adalah bahwa rasa bisa membawa kita kembali. Kembali ke masa kecil, ke momen-momen bersama keluarga, atau sekadar ke suasana malam yang hening ditemani semangkuk bakso panas.

Kulineran itu bukan cuma soal kenyang, tapi soal memori. Dan di Malang, saya selalu merasa pulang—meskipun hanya lewat rasa.


Apabila kamu sedang merencanakan liburan, jangan hanya fokus pada destinasi alamnya. Sisihkan waktu untuk menjelajahi setiap sudut kulinernya. Karena siapa tahu, satu suapan dari warung sederhana bisa jadi momen paling tak terlupakan dari seluruh perjalananmu.

Kalau kamu suka eksplorasi rasa seperti saya, cobalah sesekali kulineran tanpa rencana. Jalan kaki saja. Ikuti aroma. Dan biarkan lidahmu menemukan rumahnya sendiri di kota apel ini.

 

Share

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel