Menyusuri Rasa: Kulineran Seru di Blitar yang Bikin Lupa Pulang
Blitar mungkin bukan destinasi pertama yang muncul di kepala saat bicara kulineran. Tapi justru di situlah letak kekuatannya—kota kecil ini menyimpan kekayaan rasa yang sederhana tapi memikat. Dan artikel ini adalah panduan rasa untukmu yang ingin mencicipi Blitar dari sisi paling menggoda: lidah dan kenangan.
![]() |
Kulineran |
Soto Daging Bok Ireng: Rasa Turun-Temurun yang Tetap
Ramai
Saya tiba di warung soto Bok Ireng menjelang Magrib.
Meja-meja hampir penuh, dan kepulan uap dari kuah soto membuat kaca jendela
warung tampak berkabut. Begitu duduk, saya disambut aroma kaldu daging yang
tidak hanya kuat, tapi juga hangat seperti pelukan nenek waktu kecil.
Seporsi soto di sini disajikan dengan potongan daging
melimpah, sambal pedas, dan taburan bawang goreng yang renyah. Harga? Hanya
sekitar 15 ribu rupiah—murah untuk ukuran rasa yang kaya seperti ini. Menurut
pemilik warung, resep soto ini sudah diwariskan tiga generasi dan tidak pernah
berubah sedikit pun. “Kami pakai kayu bakar sejak dulu. Itu rahasia aroma
sotonya,” ujarnya.
Di sinilah saya sadar bahwa kulineran di Blitar bukan sekadar mengenyangkan, tapi merawat warisan.
![]() |
Kulineran |
Es Pleret: Nostalgia dalam Seteguk Manis
Setelah makan soto, saya diajak warga lokal mencoba es
pleret di kawasan Pasar Legi. Es ini adalah minuman khas Blitar yang
unik—terbuat dari bola-bola tepung beras berisi gula merah cair, disajikan
dengan santan dan es batu.
Sambil duduk di bangku plastik, saya menyeruput es pleret
sembari mendengarkan cerita penjualnya. “Dulu nenek saya jualan ini pakai
pikulan. Sekarang saya lanjutkan, walau pasar sudah berubah.” Rasanya manis,
lembut, dan ada kejutan legit saat menggigit pleretnya—sensasi sederhana yang
sulit dicari di tempat lain.
Kalau kamu penasaran dengan lebih banyak kuliner khas Blitar, jangan ragu
untuk menjelajahi warung dan gerobak di seputar kota ini. Banyak cerita yang
belum sempat saya tulis, tapi sudah menetap di ingatan.
Pecel Mbok Bari: Sarapan Favorit Para Pekerja
Pagi berikutnya, saya berkunjung ke warung Pecel Mbok Bari.
Lokasinya di sekitaran Jalan Mastrip, dan warung ini sudah buka sejak pukul 5
pagi. Ketika saya datang jam setengah tujuh, antrian sudah seperti antrean
tiket konser.
Nasi pecelnya disiram bumbu kacang yang kental, pedas manis,
dan sedikit aroma daun jeruk. Pelengkapnya? Tempe goreng dan rempeyek kacang
yang kriuk. Yang membuat beda dari pecel kota lain adalah tambahan “kembang
turi”—bunga yang dimasak sebentar dan memberi tekstur renyah pahit yang
menyegarkan.
Salah satu pelanggan yang duduk di sebelah saya berkata, “Saya ke sini tiap Senin. Rasanya bikin semangat kerja.” Ucapan itu menggambarkan bagaimana makanan di Blitar bukan sekadar menu, tapi semacam ritual harian yang mengikat kota ini dalam harmoni.
![]() |
Kulineran |
Angkringan Simpang Alun-Alun: Tempat Kulineran Malam yang
Hangat
Buat kamu yang suka suasana malam, kulineran di area sekitar
alun-alun adalah pilihan tepat. Salah satu spot favorit saya adalah angkringan
yang menyajikan wedang jahe, nasi kucing, dan sate usus hangat.
Saya datang sekitar pukul 9 malam, ketika kota mulai sunyi
dan hanya suara jangkrik menemani. Duduk di tikar, sambil menyeruput wedang,
saya berbincang dengan mahasiswa yang sering nongkrong di situ. “Kadang kami
diskusi tugas, kadang cuma ngobrolin hidup. Tapi makanan di sini, selalu
konsisten: murah dan menghibur.”
Harga makanan di angkringan ini berkisar antara
Rp3.000–Rp10.000. Murah meriah, tapi kaya rasa dan cerita.
Rawon Pak Gito: Sentuhan Kuno yang Tak Pernah Mati
Terletak di Jalan Kalimantan, Rawon Pak Gito adalah salah
satu warung rawon paling legendaris di Blitar. Uniknya, mereka tidak memakai
kluwek yang terlalu hitam, sehingga kuah rawonnya sedikit lebih coklat, tapi
tetap dengan cita rasa khas yang pekat.
Saya mencoba rawon dengan tambahan telur asin dan kerupuk
udang. Dagingnya empuk dan kuahnya… hmm, seperti racikan lama yang dijaga
dengan penuh cinta.
“Sejak kecil saya ke sini. Sekarang anak saya juga suka
rawon ini,” kata seorang pelanggan yang datang bersama putrinya. Generasi
berganti, tapi rasa tetap tinggal.
Tips Kulineran di Blitar dari Pengalaman Pribadi
Berikut beberapa tips yang saya pelajari dari perjalanan
kulineran kali ini:
- Tanya
orang lokal: Sopir ojek, petugas parkir, atau pedagang bisa memberi
rekomendasi jujur dan otentik.
- Datang
pagi atau malam: Banyak tempat kulineran buka subuh atau menjelang
malam. Jam sibuk bisa bikin kehabisan makanan khas!
- Bawa
uang tunai: Banyak warung kaki lima belum menerima pembayaran digital.
- Jangan
hanya cari nama besar: Justru warung tanpa papan nama kadang menyimpan
rasa terbaik.
- Catat
cerita di balik makanan: Ini bukan cuma makanan, tapi sejarah, budaya,
dan perasaan.
Menjelajahi kulineran di Blitar bukan hanya soal mencicipi
rasa. Ini tentang menyelami cerita yang tersembunyi dalam semangkuk soto,
seteguk es pleret, dan sejumput pecel. Setiap gigitan membawa kita lebih dekat
pada jiwa kota ini—tenang, bersahaja, dan penuh kenangan.
Kalau kamu ingin mengenal lebih banyak soal makanan khas Blitar, jangan hanya
baca. Datanglah, rasakan sendiri. Karena dalam dunia kulineran, pengalaman
adalah bumbu paling berharga.