Menelusuri Jejak Rasa di Kota Sejuk: 25 Kulineran Malang yang Bikin Lupa Pulang
![]() |
Kulineran |
1. Bakso President: Di Samping Rel, Ada Cerita yang
Menggelegar
Bayangkan makan bakso sambil sesekali kereta melintas hanya
beberapa meter dari tempat duduk. Saya datang ke Bakso President saat
hujan gerimis mengguyur. Suara rel yang bergetar, paduan uap panas dari bakso
urat, dan aroma kuah gurihnya menyatu jadi pengalaman otentik yang hanya bisa
kamu dapatkan di sini.
Harganya masih bersahabat, mulai dari Rp20.000-an. Yang saya
suka: baksonya kenyal, pentol gorengnya renyah, dan sambalnya pedas pas.
![]() |
Kulineran |
2. Rawon Nguling: Legenda yang Masih Berdenyut
Rawon Nguling adalah kuliner nostalgia. Hitam pekat dari
kluwek dan aroma daging empuk yang sudah direbus berjam-jam membuatnya punya
cita rasa dalam. Saya mencoba menu ini di cabang yang dekat Alun-Alun Malang,
dan tidak salah—masih konsisten dengan rasa asli khas Jawa Timur.
Makan di sini serasa kembali ke rumah nenek. Disajikan
dengan telur asin dan sambal terasi, membuatnya layak masuk daftar wajib untuk kulineran
Malang.
3. Toko Oen: Nostalgia Kolonial dan Es Krim Otentik
Jika ingin suasana klasik, datanglah ke Toko Oen.
Kursi rotan tua, pelayan dengan seragam vintage, dan es krim homemade yang
creamy membuat saya merasa seperti berada di tahun 1950-an. Favorit saya adalah
banana split dan es krim rum raisin—teksturnya lembut dan tidak
terlalu manis.
4. Pecel Kawi: Sarapan Lezat Sejak Zaman Belanda
Pagi hari adalah waktu terbaik untuk menyantap pecel Kawi.
Lembaran daun singkong, kacang panjang, dan tauge disiram sambal kacang hangat
yang aromatik. Saya datang ke sini pukul 07.00 pagi, dan antriannya sudah
mengular. Tapi worth it!
Tips: Jangan lupa pesan tempe goreng tepung yang kriuk-nya
bikin nagih.
5. Soto Geprak Mbah Djo: Warisan dari 1935
Soto ini bukan sembarang soto. Mbah Djo memadukan
daging sapi empuk dengan kuah segar yang berisi rempah khas. Ketika pertama
kali mencobanya, saya seperti menemukan rasa "lama" yang mulai hilang
di banyak soto modern.
Lokasinya agak tersembunyi, tapi itu justru jadi daya
tariknya. Dagingnya benar-benar “geprak”—dipukul hingga empuk, lalu dimasak
pelan-pelan.
6. Es Tawon Kidul Dalem: Manis, Legendaris, dan Segar
Ini salah satu minuman paling ikonik di Malang. Dulu saya
kira "tawon" itu benar-benar ada dalam minuman, tapi ternyata itu
nama warungnya. Es ini berisi tape, cendol, dan kacang hijau, disajikan dengan
sirup merah dan es serut.
Lokasinya masih bertahan sejak zaman dahulu di dekat
Alun-Alun Kidul. Segelas nostalgia yang menyegarkan.
7. Sego Resek: Kuliner Malam yang Sederhana Tapi Nendang
Bayangkan nasi goreng tapi dimasak dengan daun pisang di
atas anglo. Aromanya? Luar biasa! Sego Resek jadi favorit warga Malang
untuk makan malam sejak tahun 1960-an.
Pertama kali saya mencobanya, saya pikir porsinya terlalu
sederhana. Tapi begitu suapan pertama masuk mulut, semua berubah. Gurih, smoky,
dan mengenyangkan.
8. Pos Ketan Legenda 1967 di Alun-Alun Batu
Ketan di sini bukan sekadar ketan. Pilihannya banyak:
topping durian, keju, meses, bahkan ayam suwir. Saya pribadi suka ketan susu
keju—manisnya pas, kejunya tebal, dan tekstur ketannya lembut tapi tidak
benyek.
Datang malam hari, duduk di bangku kayu sambil menyeruput
wedang jahe—rasanya seperti jadi warga Malang beneran.
9. Cwie Mie Malang: Bukan Sekadar Mie Ayam
Di luar kota, cwie mie sering disamakan dengan mie ayam.
Tapi di Malang, cwie mie adalah cerita lain. Mie halus, daging ayam lembut
seperti abon, dan pangsit goreng renyah jadi kombinasi yang tidak bisa
ditemukan di kota lain.
Saya merekomendasikan warung cwie mie dekat jalan
Galunggung—sambalnya mantap!
10. Ronde Titoni: Malam Dingin, Hangatkan dengan Rasa
Saat suhu Malang mulai turun, saya menuju Ronde Titoni.
Kuah jahe panas, bola-bola ketan isi kacang manis, dan aroma pandan dari
wedangnya membuat saya ingin duduk lama-lama.
Sudah buka sejak 1948 dan tidak pernah kehilangan
pelanggannya. Ini bukti bahwa rasa otentik tak pernah usang.
Menyisip Rasa “Khas Blitar” di Tengah Kulineran Malang
Meski fokus utama artikel ini adalah Malang, saya tak bisa
tidak menyebut Blitar. Saat saya ke Malang lewat jalur selatan, saya sempat
mampir menikmati nasi ampok dan es pleret. Dua rasa khas Blitar ini membuka
cakrawala bahwa kulineran di Jawa Timur adalah rangkaian rasa yang saling
melengkapi.
Nasi ampok yang dibuat dari jagung dan lauk sederhana
seperti ikan asin dan urap, punya kesan tradisional yang kuat. Sementara es
pleret—perpaduan antara manis dan aroma pandan—sangat cocok dinikmati di siang
yang terik. Rasa ini terus terbayang bahkan ketika saya sudah tiba di Malang.
Penutup Tanpa Harus Menutup Selera
Kulineran di Malang tak cukup sehari. Dari pagi hingga
malam, dari pinggir jalan hingga rumah makan klasik, semua menyajikan cerita
lewat rasa. Dan jika kamu penasaran akan rasa-rasa otentik lainnya di sekitar
Malang, jangan lewatkan juga ragam kuliner khas Blitar yang bisa
jadi titik awal perjalanan rasa berikutnya.