Kulineran di Kota Apel: 7 Rasa Autentik yang Menyihir Lidah dan Menggugah Rindu

Jajananmalang.com - Bicara soal Malang, banyak orang langsung membayangkan hawa sejuk, suasana romantis, dan tentu saja: kulinerannya yang menggiurkan. Tapi kulineran di Malang tak hanya soal makan — ini adalah perjalanan rasa. Setiap sudut kotanya menyimpan kenangan yang lezat, dari kios kecil di gang sempit hingga warung legendaris yang ramai sejak sebelum era digital.

Dalam artikel ini, kami mengajakmu menyusuri 7 pengalaman kuliner yang tak sekadar menggugah selera, tapi juga menyentuh nostalgia dan budaya. Yuk mulai petualangannya!

Kulineran


1. Bakso Bakar Trowulan – Aroma Bakar yang Memikat Sejak 2004

Satu hal yang tak bisa kamu lewatkan saat kulineran di Malang adalah baksonya — tapi bukan sembarang bakso. Di Bakso Bakar Trowulan, kamu akan mencicipi bakso yang dibakar dengan bumbu kecap khas, disajikan panas-panas dengan sensasi smokey dan manis pedas yang menampar lidah.

Letaknya di kawasan Trowulan, kiosnya sederhana, tapi antreannya luar biasa. Rasa dagingnya padat, berpadu pas dengan saus racikan rumahan. Sebaiknya datang sebelum jam 5 sore, karena stok bisa habis dalam waktu cepat.

📍 Lokasi:

Kulineran

📸 Foto oleh tim JajananMalang


2. Rawon Nguling – Hitam Pekat, Kaya Rasa

Warung Rawon Nguling di Jl. Zainul Arifin adalah tempat terbaik mencicipi rawon khas Jawa Timur dengan kuah hitam pekat dari kluwek, daging sapi empuk, dan taburan tauge segar.

Rasa gurihnya dalam, bukan dari penyedap instan, tapi dari proses perebusan tulang dan rempah yang sabar. Banyak orang luar kota rela antre di tempat ini hanya untuk semangkuk rawon.

Kulineran

3. Nasi Buk Madura di Pasar Besar – Kuliner Rakyat yang Bikin Kangen

Kalau kamu menyukai kombinasi rasa gurih, pedas, dan tekstur beragam, Nasi Buk di kawasan Pasar Besar wajib dicoba. Di atas nasi hangat, disiram kuah kental dari jeroan sapi, disajikan dengan serundeng dan sambal terasi.

Sensasi aromanya langsung menggelitik hidung sejak dikeluarkan dari bungkus daun pisang. Harganya murah, rasanya luar biasa. Makan di sini memang seperti kembali ke masa kecil.


4. Pos Ketan Legenda 1967 – Ketan dengan Inovasi Tak Terbatas

Berada di kawasan Alun-Alun Batu, Pos Ketan Legenda menyajikan beragam varian ketan: ketan durian, ketan susu keju, hingga ketan bubuk kacang. Meski sudah berdiri lebih dari 50 tahun, warung ini terus berinovasi.

Rasa gurih dari ketan berpadu dengan topping manis asin menciptakan keseimbangan unik yang bikin ketagihan. Cocok dijadikan menu penutup saat malam dingin di Batu.


5. Depot Hok Lay – Es Fosco dan Lumpia yang Ikonik

Hok Lay di Jl. K.H. Ahmad Dahlan adalah depot legendaris yang eksis sejak 1946. Tempat ini terkenal dengan Es Fosco, minuman cokelat susu dalam botol kaca bergaya vintage. Rasanya lembut dan manis pas, cocok menemani lumpia khas mereka yang garing dan padat isi.

Depot ini tidak besar, tapi memiliki pengunjung setia dari generasi ke generasi. Masuk ke sini seperti memasuki kapsul waktu: suasananya masih sama sejak dulu.


6. Sate Gebug – Daging Dipukul, Rasa Melekat

Berbeda dari sate lainnya, Sate Gebug disajikan dalam bentuk irisan daging yang digebuk (dipukul) hingga empuk, lalu dibakar dan disiram bumbu kacang. Rasanya sederhana tapi nendang.

Letaknya di Jl. Jend. Basuki Rahmat dan buka sejak pagi. Biasanya ramai saat jam makan siang. Tekstur dagingnya empuk luar biasa, cocok untuk yang ingin sate tanpa tusuk dan tanpa ribet.


7. Rasa Nostalgia dari Kuliner Khas Blitar

Meski artikel ini fokus di Malang, tak lengkap kalau kita tak menyinggung kekayaan rasa dari daerah tetangga. Beberapa tempat di Malang bahkan menyajikan makanan khas Blitar, seperti es pleret atau nasi pecel daun jati. Perpaduan cita rasa Malang dan Blitar ini memberi sensasi tersendiri — rasa yang tak hanya enak tapi juga mengikat emosi.


Kulineran di Malang bukan sekadar makan. Ia adalah bentuk eksplorasi, penghormatan pada tradisi, dan penyimpanan rasa dalam memori. Jika kamu ingin merasakan sisi terdalam kota ini, mulai saja dari sepiring bakso, semangkuk rawon, dan secangkir Es Fosco. Karena di balik tiap rasa, ada cerita — dan di balik tiap cerita, ada kerinduan untuk kembali.

 

Share

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel