Rasa yang Melekat di Kota Dingin: Jelajah Kuliner Khas Malang yang Tak Terlupakan

1. Bakso Malang, Lebih dari Sekadar Bakso

Tak lengkap membicarakan kuliner khas Malang tanpa menyebut Bakso Malang. Tapi jangan salah, bakso di kota ini bukan cuma bulat-bulat standar. Ada bakso goreng, bakso urat, siomay, tahu, hingga lontong yang jadi pelengkap wajib. Tempat legendaris seperti Bakso President menyajikan pengalaman makan unik—karena kamu bisa duduk menikmati semangkuk hangat di samping rel kereta aktif.

Waktu itu saya sempat duduk dekat rel dan kaget karena ada kereta lewat hanya beberapa meter dari meja saya. Tapi itu justru jadi daya tarik tersendiri. Ditambah suara kaldu mendidih dan aroma bawang goreng, pengalaman ini benar-benar membekas.

Kuliner Legendaris


2. Rawon Nguling: Gurih Pekat yang Menggoda

Rawon Nguling merupakan salah satu warisan rasa yang tak boleh dilewatkan. Warna hitam dari kluwek tak hanya memikat secara visual, tapi juga memperdalam rasa kuah yang kaya rempah. Dagingnya empuk, biasanya disajikan dengan nasi hangat, tauge pendek, telur asin, dan sambal.

Saya pernah makan Rawon Nguling di cabang Jalan Zainul Arifin. Saat itu hujan mengguyur kota Malang, dan semangkuk rawon panas benar-benar menyelamatkan hari. Rasa gurihnya membaur dengan nasi pulen dan kerupuk udang, membuat saya mengerti kenapa tempat ini selalu ramai pengunjung.


3. Cwie Mie: Saudara Lembut dari Mie Ayam

Cwie Mie atau disebut juga Pangsit Mie Malang memiliki tekstur yang lebih halus dari mie ayam biasa. Dengan topping ayam cincang gurih dan keripik pangsit garing, sajian ini cocok dinikmati kapan pun. Tak jarang, warga lokal menyebut Cwie Mie sebagai makanan "comfort" mereka.

Saya pribadi suka versi Cwie Mie dari depot kecil dekat Jalan Soekarno Hatta. Tempatnya tidak mencolok, tapi antreannya selalu panjang. Bahkan ibu-ibu lokal membawa rantang sendiri karena porsinya pas untuk dibagikan sekeluarga.


4. Sate Landak dan Sate Kelinci: Ekstrem Tapi Diminati

Bagi yang ingin mencoba sensasi baru, Malang punya pilihan unik seperti sate landak dan sate kelinci. Banyak tersedia di sekitar Batu, kedua menu ini memberikan cita rasa yang tak biasa tapi tetap menggugah selera.

Salah satu pengalaman paling berkesan adalah saat saya mencoba sate landak di kawasan Pujon. Saya sempat ragu, tapi pemandu lokal meyakinkan bahwa dagingnya aman dan halal. Rasanya? Lebih mirip daging sapi, tapi sedikit lebih padat. Cocok disantap dengan bumbu kacang dan nasi jagung hangat.


5. Tahu Lontong Lonceng: Legenda Rasa Sejak 1935

Berlokasi di Jalan Laksamana Martadinata, Tahu Lontong Lonceng sudah berdiri sejak 1935. Seporsinya terdiri dari tahu goreng, lontong, tauge, dan disiram bumbu kacang kental. Simpel, tapi penuh cita rasa.

Saya datang ke tempat ini atas rekomendasi driver ojek online. Saat saya masuk, aroma kacang goreng langsung menyambut. Ternyata, resep bumbu kacangnya masih menggunakan metode giling manual, yang katanya rahasia rasa sejak zaman Belanda.


6. Sego Goreng Mawut: Nasi Goreng Versi ‘Ngawur’ yang Nikmat

Mawut dalam bahasa Jawa berarti campur aduk, dan memang itulah ciri khas dari Sego Goreng Mawut. Kombinasi nasi goreng, mie, sayuran, dan telur ini adalah makanan rakyat yang populer di warung malam Malang.

Saya sering membelinya saat larut malam, setelah ngopi. Versi favorit saya adalah dari warung tenda di Jalan Sigura-gura, di mana aroma wajan gosong justru menambah nikmat.

Kuliner Legendaris

7. Orem-Orem: Sajian Santan dengan Sentuhan Tempe

Orem-orem adalah hidangan berkuah santan dengan isian tempe dan ayam suwir, disajikan dengan irisan ketupat. Makanan ini jarang ditemukan di kota lain, membuatnya khas Malang banget.

Saya menemukannya pertama kali di warung kecil di kawasan Lowokwaru. Sang pemilik, seorang ibu paruh baya, menyebut resepnya diturunkan dari ibunya yang dulu jualan sejak zaman penjajahan. Rasa kuahnya creamy dan ringan, dengan aroma daun salam yang bikin nagih.


8. Ronde Titoni: Hangat Manis di Malam Malang

Kuliner malam tak lengkap tanpa menyebut Ronde Titoni di Jalan Zainul Arifin. Sudah berdiri sejak 1948, ronde ini terdiri dari bola ketan isi kacang, disajikan dalam kuah jahe manis yang hangat.

Saat saya mampir ke sini bersama teman saat suhu turun ke 18 derajat, semangkuk ronde benar-benar jadi penyelamat. Bahkan pengunjung dari luar kota seperti Surabaya dan Jakarta rela antre demi semangkuk nostalgia ini.


9. Es Tawon: Minuman Segar dengan Madu Asli

Tak hanya makanan, kuliner Malang juga punya sajian minuman yang unik. Es Tawon adalah minuman berisi serutan es, cincau, kolang-kaling, dan sirup merah, yang ditambah madu tawon asli. Lokasi paling terkenal berada di Jalan Zainul Arifin, sama seperti Ronde Titoni.

Saya sempat mengira nama “Tawon” itu cuma nama merk, ternyata benar-benar menggunakan madu tawon asli dari peternak lokal. Rasa manisnya beda dari gula biasa—lebih lembut dan tidak bikin enek.

Kuliner Legendaris

10. Nasi Bug: Kuliner Ndeso yang Naik Kelas

Nasi Bug adalah sebutan warga lokal untuk nasi campur khas Malang berisi oseng tempe, telur dadar iris, peyek, dan sambal khas. Dulu hanya dijajakan ibu-ibu keliling, sekarang bisa ditemukan di beberapa kafe kekinian.

Saya menemukannya di sebuah kafe berkonsep retro di daerah Oro-oro Dowo. Sang pemilik bilang ia sengaja mengangkat “nasi bug” agar generasi muda tetap mengenal warisan rasa lokal. Dan benar saja, rasanya tetap autentik meskipun disajikan di atas piring keramik bergaya vintage.

 

Share

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel