Lidahmu Akan Pulang ke Malang
![]() |
Kuliner |
🍲 1. Soto Geprak Mbah
Djo: Tradisi yang Tak Tergantikan
Berada di kawasan Lawang, warung ini sudah eksis sejak zaman
Belanda. Ciri khasnya? Daging ayam kampung yang “digeprek” dulu sebelum dimasak
dalam kuah kuning hangat.
“Saya belajar dari simbah. Harus pakai ayam kampung muda,
dan kuahnya jangan terlalu panas biar kaldunya keluar,” ujar cucu Mbah Djo yang
kini melanjutkan usaha ini.
Harga: Rp18.000
Jam Buka: 06.00–11.00
Lokasi: Jl. Kolonel Sugiono No.3, Lawang
🍜 2. Rawon Bu Sulami:
Hitam, Hangat, Harum Nostalgia
(Sudah ditulis di atas sebagai contoh. Disisipkan ulang dalam artikel.)
![]() |
Kuliner |
🌮 3. Pos Ketan Legenda
1967: Legit di Tengah Dingin Malam
Di Alun-alun Batu, ada satu jajanan yang tak lekang zaman:
ketan. Namun Pos Ketan menyulapnya jadi ikon. Varian toping seperti durian,
susu kental manis, hingga keju leleh membuat menu tradisional ini relevan untuk
Gen Z sekalipun.
“Saya tiap minggu ke sini bareng pacar. Yang paling enak?
Ketan durian keju. Hangat, manis, lumer semua,” ujar Rizky, mahasiswa UMM.
Harga: Rp15.000–20.000
Jam Buka: 16.00–23.00
Tips: Bawa jaket, karena malam Batu sangat dingin. Ketan + kopi hitam =
kombinasi sempurna.
🍖 4. Bakso Bakar Pak Man:
Bakar Bukan Sekadar Gimmick
Kalau biasanya bakso disajikan dengan kuah, tidak di sini.
Bakso Bakar Pak Man menyajikan pentol daging yang dibakar dengan olesan bumbu
kecap khas. Rasanya gurih, pedas, manis—semuanya bercampur.
Kelebihannya? Bumbu meresap sempurna karena dibakar
perlahan. Dan kamu bisa request tingkat kepedasan.
Harga: Rp20.000–30.000 per porsi
Lokasi: Jl. Diponegoro No.19
Jam Buka: 11.00–21.00
🍛 5. Nasi Pecel Kawi:
Legenda Sarapan Khas Malang
Di Jl. Kawi Atas, warung pecel ini hampir tak pernah sepi.
Sajian nasi hangat, sayuran rebus segar, rempeyek, dan sambal kacang yang
kental serta sedikit manis membuatnya favorit warga Malang.
“Kita tidak pernah ganti kacang. Pakai kacang Tuban, rendam
8 jam sebelum digoreng. Itu kuncinya,” ujar Bu Sri, generasi kedua pengelola.
Harga: Rp12.000
Tips: Tambah telur ceplok dan tempe goreng buat kenyang maksimal.
🍵 6. Wedang Ronde Titoni:
Kehangatan di Tengah Malam Kota
Malang malam hari bisa menusuk tulang. Di sinilah wedang
ronde berperan. Titoni sudah buka sejak 1948 dan terkenal karena kuah jahe
racikannya tidak terlalu pedas namun hangatnya meresap.
“Gula batunya kami pilih sendiri dari supplier lokal. Jahe
juga harus diparut manual. Itu yang bikin aroma tidak hilang,” ujar sang cucu.
Harga: Rp10.000–15.000
Jam Buka: 18.00–00.00
Lokasi: Jl. Zainul Arifin No.17
🍮 7. Toko Oen: Rasa Zaman
Kolonial Belum Luntur
Toko Oen adalah simbol Malang tempo dulu. Interior kayu,
kursi rotan, dan menu seperti bistik Belanda serta es krim homemade membawa
suasana klasik Eropa. Rasanya autentik dan presentasinya antik.
“Kami tidak ubah resep es krim sejak 1930-an. Cuma tambah
topping modern biar cocok untuk semua,” ujar salah satu cucu pemilik.
Harga: Menu mulai dari Rp25.000
Wajib Coba: Es krim vanilla-kopyor, Bistik lidah sapi
![]() |
Kuliner |
💡 Tips Kulineran di
Malang
- Gunakan
motor atau ojek online saat peak hour (11.00–13.00 dan 17.00–19.00).
- Banyak
tempat hanya terima cash atau QRIS, jadi siapkan keduanya.
- Jangan
ragu bertanya ke warga lokal. Mereka biasanya punya rekomendasi yang lebih
“liar” dan tidak ada di Google Maps.
🎯 Penutup: Rasa yang
Melekat dengan Kenangan
Lebih dari sekadar makan, menjelajahi kuliner Malang adalah
upaya menyentuh kembali cerita-cerita kecil yang dibumbui rasa: dapur nenek,
nostalgia sekolah, malam minggu pertama. Karena di kota ini, makanan bukan
hanya pengisi perut—tapi juga pengingat bahwa rasa adalah identitas.