Menjelajah Rasa: Jejak Kuliner Khas Malang yang Tak Terlupakan

Jajananmalang.com - Jika ada satu kota di Jawa Timur yang bisa memikat hati lewat rasa, maka Malang adalah jawabannya. Tak hanya memesona dengan udara sejuk dan arsitektur kolonial, kota ini menyuguhkan kekayaan kuliner yang penuh warna, cerita, dan sejarah. Bagi penikmat makanan sejati, berkunjung ke Malang adalah petualangan rasa yang wajib dicoba.

Kuliner




1. Bakso Bakar Pak Man – Ikon yang Tak Pernah Sepi

Salah satu alasan kuat mengapa wisata kuliner Malang begitu ikonik adalah kehadiran Bakso Bakar Pak Man. Saat saya pertama kali mampir ke kedainya, antrean mengular bahkan sebelum warung dibuka. Uniknya, bakso yang digunakan terbuat dari 100% daging sapi tanpa campuran tepung, kemudian dibakar di atas bara arang dan disajikan dengan saus pedas manis racikan khusus.

Menurut Pak Man yang sempat saya wawancarai, rahasia rasa terletak pada proses perendaman bumbu yang dilakukan semalaman. Pengalaman menyantap bakso hangat sambil mencium aroma arang adalah hal yang membuat kuliner ini lebih dari sekadar makanan – ini adalah bagian dari identitas Malang.


2. Cwie Mie – Kehalusan dalam Satu Gigitan

Cwie mie adalah representasi kuliner Tionghoa yang sudah menyatu dalam budaya makanan Malang. Mienya lembut dan disajikan dengan ayam cincang tanpa kecap, ditambah pangsit goreng dan acar. Saya mencoba cwie mie di Depot Gloria yang legendaris, dan pemiliknya sempat menjelaskan bahwa resep ini sudah bertahan sejak tahun 1950-an.

Kelebihan cwie mie terletak pada kehalusan rasa — tidak mengandalkan rasa asin atau pedas berlebih, melainkan pada komposisi yang seimbang. Bagi saya pribadi, rasa ini seperti nostalgia: sederhana tapi memikat. Untuk kamu yang ingin mencicipi langsung, rekomendasi lengkapnya bisa dilihat di makanan Malang versi terbaru.

Kuliner

3. Rawon Nguling – Warisan Kuliner yang Kaya Rempah

Rawon mungkin dikenal di banyak kota, tapi Rawon Nguling dari Malang adalah pengalaman berbeda. Saya mencicipinya langsung di warung aslinya yang berdiri sejak 1942. Daging sapinya lembut dan kuahnya pekat berwarna hitam karena keluak asli, bukan pewarna.

Salah satu pengalaman menarik adalah ketika saya melihat proses pemasakan langsung di dapur. Setiap pot daging direbus dalam kuah selama minimal dua jam untuk menyerap semua rempah, seperti lengkuas, daun jeruk, dan ketumbar. Di meja, disediakan pelengkap seperti empal goreng dan sambal terasi yang semakin memperkaya rasa.


4. Sate Landak – Eksotis tapi Lezat

Sate ayam dan kambing mungkin sudah biasa. Tapi di Malang, kamu bisa menemukan sate dari bahan tak biasa: sate landak. Saya mencicipinya di Warung Sate Pak Ismail. Landak ternyata memiliki tekstur daging yang mirip ayam kampung, tapi lebih kenyal.

Menurut pengelola, semua landak yang digunakan berasal dari penangkaran resmi. Rasanya gurih dengan sedikit sensasi manis dari bumbu kacang kental yang mereka buat sendiri. Ini pengalaman unik yang jarang bisa didapatkan di kota lain.


5. Mendol Tempe – Camilan Sehari-Hari Orang Malang

Makanan ini mungkin sederhana, tapi sangat mencerminkan kultur Malang. Mendol tempe terbuat dari tempe yang dihaluskan, diberi bumbu rempah seperti kencur, bawang putih, dan cabai, lalu digoreng kering. Rasanya gurih, pedas, dan renyah.

Saya berkesempatan melihat proses pembuatannya di Pasar Oro-Oro Dowo. Ibu-ibu pedagang lokal mengolah mendol secara manual, dan mereka mengaku sudah memproduksi ini sejak masih kecil. Bagi warga Malang, mendol adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekadar pelengkap lauk.


6. Angsle – Hangat di Tengah Dingin

Berbeda dari wedang ronde, angsle memiliki isian lebih beragam: roti tawar, kacang hijau, mutiara, dan kuah santan hangat. Saya mencoba angsle di Angsle & Ronde Titoni yang terkenal sejak 1948. Rasa manis kuah santan dipadu legitnya roti membuat saya merasa sedang dirawat — makanan ini benar-benar cocok disantap saat malam hari di Malang yang dingin.

Kuliner

7. Puthu Lanang – Legenda Sejak 1935

Di salah satu gang kecil di Jalan Jaksa Agung Suprapto, saya menemukan penjual puthu lanang yang melegenda. Kue dari tepung beras yang dikukus dalam potongan bambu ini, disajikan dengan parutan kelapa dan gula merah cair. Antriannya bisa sampai belasan orang.

Saya berbincang singkat dengan cucu dari pendiri usaha ini, yang kini menjadi generasi ketiga. Ia menjelaskan bahwa semua bahan dipilih sendiri dari pasar setiap pagi dan tidak menggunakan pengawet sama sekali. Inilah salah satu bukti bagaimana kuliner lokal mempertahankan kualitas lewat proses tradisional.


8. Tahu Lontong Lonceng – Ikonik Sejak Zaman Belanda

Tersembunyi di area Kayutangan, warung Tahu Lontong Lonceng menyuguhkan tahu isi dan lontong siram bumbu petis khas. Saya menikmati hidangan ini sambil mendengar kisah dari pemiliknya, bahwa resepnya tak berubah sejak zaman Belanda. Rasanya otentik dan menghadirkan sensasi makan yang penuh kenangan.


Penutup: Menemukan Jati Diri Lewat Rasa

Malang bukan sekadar kota dingin di kaki gunung. Lewat setiap gigitannya, ia menceritakan sejarah, budaya, dan cinta dari para penjaga rasa. Dari warung kecil hingga depot legendaris, setiap makanan menyimpan keunikan tersendiri. Jika kamu ingin merencanakan petualangan rasa yang sesungguhnya, jangan lupa untuk selalu cek panduan makanan Malang terbaru dan terpercaya.

 

Share

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel